Mengapa Pelaku Riba Seperti Kerasukan Syaitan?
Jumat, 20 September 2019
Sahabat SRM, salah satu hal yang menarik dalam tahap akhir larangan riba adalah ayat yang menjelaskan salah satu dampak buruk riba dalam Q.S Al-Baqarah ayat 275 yang menyebutkan bahwa pelaku riba seperti orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Riba dikatakan memiliki dampak yang dapat membuat pelakunya seperti orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Mengapa pelaku riba seperti kerasukan lantaran (tekanan) penyakit gila?
Apa yang dimaksud kerasukan lantaran (tekanan) penyakit gila?
Para ulama berbeda pendapat tentang ayat ini. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud kemasukan syaitan lantaran penyakit gila adalah ketika dibangkitkan dari kubur mereka pada hari kiamat. Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud kemasukan syaitan lantaran penyakit gila adalah ketika di dunia, karena orang yang memakan riba menjadi tidak tentram jiwanya, hilang moral dan kepeduliannya, menjadi tamak dan rakus ibarat orang gila yang kesetanan.
Berdasarkan Syarh Riyadhus Shalihin terdapat ketentuan, jika sebuah ayat mengandung dua kemungkinan makna, maka ditafsirkan kepada dua makna tersebut semuanya.
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila, keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..." (Q.S Al-Baqarah : 275).
Mengapa pelaku riba seperti kerasukan lantaran (tekanan) penyakit gila?
Apa yang dimaksud kerasukan lantaran (tekanan) penyakit gila?
Para ulama berbeda pendapat tentang ayat ini. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud kemasukan syaitan lantaran penyakit gila adalah ketika dibangkitkan dari kubur mereka pada hari kiamat. Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud kemasukan syaitan lantaran penyakit gila adalah ketika di dunia, karena orang yang memakan riba menjadi tidak tentram jiwanya, hilang moral dan kepeduliannya, menjadi tamak dan rakus ibarat orang gila yang kesetanan.
Berdasarkan Syarh Riyadhus Shalihin terdapat ketentuan, jika sebuah ayat mengandung dua kemungkinan makna, maka ditafsirkan kepada dua makna tersebut semuanya.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata “ketika menjelaskan ayat di atas, maksudnya mereka tidak dapat berdiri dari kuburan mereka pada hari kiamat kelak kecuali seperti berdirinya orang gila pada saat mengamuk dan kerasukan syaitan, yaitu mereka berdiri dengan posisi yang tidak sewajarnya. Ibnu Abbas mengatakan : pemakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan gila yang tercekik.
Menurut Syaikh Dr Abdalqadir as Sufi riba adalah sebuah tipu daya matematik yang menyebabkan psikosis penyakit jiwa hingga menimbulkan efek kegilaan, karena dapat membuat pelakunya meyakini sesuatu yang diketahuinya tidak benar (palsu) dan terus menerus dikerjakan. Riba adalah manifestasi dari sakit jiwa, keterbelahan dan ketidaksesuaian jiwa yang menimbulkan pemikiran mendangkal bahkan mengangap hal negatif menjadi sesuatu yang positif, seperti halnya mengangap hutang berbunga sebagai bagian dari kekayaan, mengangap hutang berbunga sebagai bantuan dan mengangap hutang berbunga bukan sebuah perbudakan.
Riba dengan mudah bisa membinasakan hati nurani dan menjadikan kita seperti hilang ingatan seperti kerasukan syaitan. Pelaku riba seakan telah kehilangan akalnya dan sifat kemanusiannya. Tidak peduli bagaimanapun kondisinya, bunga harus dibayar. Inilah bentuk penindasan, eksploitasi dan perbudakan.
Inilah penyakit jiwa yang paling berbahaya yang telah merusak pelakunya, riba telah menjanjah diri menjadi manusia yang hanya berfikir dangkal dengan mengangap semua kebutuhan, kesenangan, rezeki, suka cita bahkan sampai kematian semua berasal dari transaksi dan uang.
Akibatnya banyak manusia sekarang yang telah menuhankan uang dan mengangap bahwa tidak ada lagi kekuasaan Allah Taala atas segala sesuatu. Mereka melakukan segala cara untuk mengumpulkan dan menghitung-hitung uangnya, meskipun itu dilakukan dengan menindas, menipu dan memperbudak melalui riba. Semua dilakukan untuk menghindari kerugian. Mereka mengangap bahwa derajat manusia berdasarkan uang bukan dari taqwa. Riba telah mengakibatkan tipisnya iman dan dengan dorongan hawa nafsunya telah menutup hati dan keimanannya untuk memahami hakekat kehidupan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Kuasa Atas Segala Sesuatu.
Dampaknya ketika uang telah menguasai dirinya dan telah hilang keimanannya maka segala amanah dan kehidupanya dikorbankan untuk uang, dari mulai mengorbankan pekerjaanya, jabatannya, agamannya, sahabat, keluarga, orang tua bahkan dirinya. Ketika dalam kondisi tidak mempunyai uang dan telah lenyap keimanannya maka bunuh diri menjadi pilihannya.
Kini banyak manusia yang mengantungkan hidupnya dengan uang. Mereka beribadah karena uang, berzikir karena uang, bersedekah karena uang, semua dilakukan karena uang. Ibadah tidak lagi dilakukan karena cinta kepada Allah Taala dan RasulNya.
Riba telah sukses menjalankan fungsinya untuk membuat manusia seperti kerasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila, sehingga membuat manusia sulit untuk menalar sebuah akal dan logika, menghilangkan moralitas dan hati nurani hingga membuat manusia tidak pernah peduli dengan nasib orang-orang yang tertindas dan tidak pernah bisa merasakan bahwa riba adalah sebuah penindasan, membuat manusia lupa akan hakekat hidup dengan menuhankan uang dan hartanya, membutakan mata hati sehingga tidak lagi bisa membedakan benar salah atau halal haram.