Hidup Produktif Itu Mengembangkan, Riba Itu Membinasakan
Senin, 21 Oktober 2019
Sahabat SRM, produktif adalah SEGERA mengeluarkan harta (tidak menyimpannya) untuk hal produktif (bukan konsumtif) untuk kemaslahatan yang lebih besar baik dengan cara beramal maupun syirkah. Beramal dapat dilakukan dalam bentuk sedekah atau hutang tanpa bunga (qard hasanah) sedang bersyirkah dapat dilakukan dengan kerjasama usaha maupun investasi.
Islam sangat mendorong umatnya berperilaku produktif yang dilandasi dengan kehidupan sederhana. Produktif akan membuat uang berputar dalam perekonomian, sehingga akan membangkitkan perekonomian, memberi manfaat yang lebih besar dan dapat meningkatkan kesejateraan seluruh masyarakat.
Rasulullah SAW adalah orang yang paling produktif. Beliau tidak pernah menyimpan atau menimbun hartanya dalam waktu yang lama. Seluruh hartanya digunakan untuk hal produktif. Bahkan beliau akan menghabiskan segunung emas dalam waktu tiga hari kecuali satu dinar untuk membayar hutang.
"Abu Dharr telah berkata: Satu ketika aku bersama Nabi. Ketika beliau melihat gunung Uhud, beliau bersabda: Tidak ku inginkan (gunung ini) jika itu diubah menjadi emas untukku, melainkan tidak ada yang tinggal dari itu setelah tiga hari, kecuali satu dinar yang kusimpan untuk membayar utang!." (H.R Bukhari)
Ketika kekayaan segera dikeluarkan baik untuk amal maupun untuk syirkah maka akan memperkuat ekonomi masyarakat , berbeda jika hanya disimpan atau dibelanjakan secara boros maka individu dan masyarakat akan rusak. Individu yang menumpuk-numpuk harta akan menjadikannya sangat cinta dunia.
"Janganlah kalian menumpuk-numpuk harta, karena akan mengakibatkan kalian sangat mencintai dunia." (HR. Turmudzi)
Dalam perekonomian semakin cepat uang berputar maka akan semakin baik tingkat ekonominya, sehingga Islam sangat menganjurkan untuk memutarkan uang secara produktif untuk mempercepat perputaran uang dalam perekonomian. Inti utama ekonomi Islam bukan fokus pada keuntungan individu atau kelompok, namun untuk kesejateraan seluruh masyarakat.
Jika uang diibaratkan dengan darah, maka ketika uang hanya disimpan dan ditimbun, maka perekonomian akan kekurangan darah sehingga akan terjadi kelesuan ekonomi. Menyimpan atau menimbun uang dan harta justru akan menyebabkan munculnya banyak penyakit ekonomi.
Harta dan uang jangan disimpan, ditimbun atau ditabung. Apalagi ditabung di bank yang niatnya hanya untuk mendapat keuntungan deposit bunga, selain mendapat dosa riba juga tanpa disadari memiliki dampak yang sangat besar baik untuk individu, masyarakat dan negara. Gunakan setiap harta dan uang untuk hal produktif yang dapat bermanfaat untuk mengembangkan perekonomian masyarakat bukan dibelanjakan untuk suatu yang bersifat konsumtif, bermewah-mewah dan boros.
"...yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (Q.S Al-Furqan : 67)
Semakin banyak harta yang ditimbun dengan niat menumpuk-numpuk harta untuk dirinya maka akan semakin berat balasan yang akan diterima baik di dunia maupun di akhirat. Hukuman di dunia layaknya hukuman Qorun yang menyimpan dan menumpuk banyak hartanya sedang hukuman diakhirat kelak harta yang ditimbunnya akan dibakar dengan tubuhnya.
"...Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak membelanjakannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka dengan azab siksa yang pedih. Pada hari dibakar emas perak (dan harta benda) itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, dan lambung mereka, serta punggung mereka : Inilah apa yang telah kamu simpan untuk diri kamu sendiri, maka rasakanlah apa yang kamu simpan itu." (Q.S Al-Tauba : 34-35)
Islam telah membuat aturan standar yang sangat bijaksana tentang pengaturan menyimpan atau menimbun harta. Harta yang disimpan atau ditimbun setelah memenuhi nisab maka ada kewajiban untuk zakat.
“Jika engkau memiliki perak 200 dirham dan telah mencapai haul (satu tahun), maka darinya wajib zakat 5 dirham. Dan untuk emas, anda tidak wajib menzakatinya kecuali telah mencapai 20 dinar, maka darinya wajib zakat setengah dinar, lalu dalam setiap kelebihannya wajib dizakati sesuai prosentasenya.” (HR. Abu Dawud)
Produktif bukan hanya untuk orang yang memiliki harta namun juga untuk orang yang berhutang. Bagi orang yang masih terjebak hutang riba, maka bentuk produktif terbaik adalah SEGERA melunasi hutang dengan usaha maksimal. Apalagi untuk hutang riba maka harus SEGERA dilunasi dengan kewajiban hanya membayar pokoknya bukan bunganya termasuk dengan menjual asetnya. Islam sangat menekankan orang yang berhutang untuk SEGERA membayar hutangnya
"Abu Hurairah telah berkata: Rasul Allah bersabda: Ini adalah satu tindakan yang zalim seseorang dengan harta (yang cukup untuk membayar utangnya) melengah-lengahkannya (dalam membayar utangnya)." (H.R Bukhari)
"Menunda membayar utang oleh seseorang yang mampu membayarnya memberikan hak untuk tidak menghormati dan juga menghukumnya." (H.R Abu Daud, Nasa’i)
"Setiap kesalahan akan diampuni kepada yang syahid kecuali utang." (H.R Muslim)
"Roh orang yang beriman akan terikat kepada hutangnya sampai ia dibayarkan." (H.R, Ahmad, Tirmidzi)
"Dosa paling besar pada pandangan Allah, setelah dosa-dosa besar yang telah dilarang oleh Allah, yang mana seseorang bisa membawanya menghadap Allah adalah yang mana dia mati meninggalkan hutang tanpa meninggalkan suatu yang cukup untuk menebusnya." (H.R Ahmad, Abu Daud)
Produktif dapat dilakukan dengan beramal maupun syirkah. Bagi Rasulullah SAW bentuk produktif terbaik adalah dengan beramal, sebagian besar hartanya dikeluarkan untuk beramal. Beliau sudah tidak lagi mengharapkan keuntungan dunia dan balasan di manusia, namun balasan dari Allah SWT. Sebagai pemberlajaran sahabat bisa menyeimbangkan harta produktifnya antara beramal atau syirkah. Mungkin awalnya antara produktif dalam amal dan syirkah masih banyak peruntukannya untuk syirkah, namun ketika sudah terbiasa dan merasakan manfaatnya maka akan sebaliknya, banyak beramal dibanding syirkah.
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai." (Q.S Al Imron : 92)
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu nafkahkan daripadanya." (Q.S Al-Baqarah : 267)
Sahabat SRM, Islam tidak mengajarkan untuk menimbunan, menabung atau menumpuk-numpuk harta karena dasri sanalah muara riba, melainkan justru sebaliknya menganjurkan untuk dibelanjakan dan dihabiskan untuk hal produktif bukan konsumtif baik untuk amal maupun syirkah. Produktif harus berlandaskan kesederhanaan, bukan untuk pemborosan dan bermewah-mewahan namun untuk manfaat. Mulailah dari sekarang untuk berperilaku produktif, jangan biarkan harta yang dimiliki hanya menjadi penambah dosa dan beban.
Allahu A'lam
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Allahu A'lam
Sumber : Diolah dari berbagai sumber