Inti Riba dan Riba Fadhl
Sabtu, 16 November 2019
“Bilal datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa kurma, lalu beliau bersabda: “Dari mana engkau dapatkan kurma ini?” maka Bilal menjawab; “Aku mempunyai kurma yang jelek, lalu aku menjualnya (menukarkan) dengan kurma ini, ”maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Celakah kamu, ini adalah inti riba, ini adalah inti riba, Jangan sampai engkau mendekatinya. Akan tetapi juallah dahulu kurma milikmu sesukamu, setelah itu belilah apa yang engkau inginkan dengan uang penjualan tersebut.” (HR. Ahmad No.11167)
Sahabat SRM, dalam hadist diatas, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa inti dari sebuah riba adalah ketika "menukarkan" sebuah kurma jelek dengan sebuah kurma bagus namun dengan jumlah yang berbeda. Seharusnya yang dilakukan adalah dengan menjual kurma jelek tersebut kemudian membelinya dengan kurma dengan kualitas yang lebih baik.
Berdasarkan hadist lain, kurma termasuk komoditi yang ketika ditukarkan dengan kurma secara langsung harus memenuhi dua syarat, yaitu mitslan bi mitslin yaitu sama dalam hal jumlah, takaran dan timbangan atau sama secara kuantitas dan kualitas serta yadan bi yadin yaitu transaksi harus dilakukan secara kontan atau tunai.
"Jika emas dijual dengan emas, perak
dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis
gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual
dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar
kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah
berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya
sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)
Ketika akan menukarkan komiditi berupa emas, perak dan komoditi logam mulia lainnya seperti tembaga, nikel dll serta gandum, sya'ir, kurma, garam dan komoditi kebutuhan pokok lain seperti beras, gula dll maka harus dilakukan dengan memenuhi dua syarat yaitu mitslan bi mitslin dan yadan bi yadin. Jika sampai pertukaran komoditi yang termasuk logam mulia atau komiditi yang masuk kedalam kebutuhan pokok tidak dilakukan dengan mitslan bi mitslin dan yadan bi yadin maka disitulah inti riba.
Komoditi logam mulia dan komoditi kebutuhan merupakan uang yang disunahkan dalam Islam, sebagaimana telah dijelaskan dalam penjelasan "Pentingnya Memahami Pelajaran Penting Dibalik Hadis Komoditi dan Hewan Ternak". Saat ini uang sunah telah dihapuskan dan diganti dengan uang kertas atau uang elektronik. Penggunaan uang kertas dan uang elektronik jelas tidak sesuai dengan sunah karena tidak memiliki nilai intrinsik dan tidak dapat digunakan untuk menyimpan nilai kekayaan. Uang yang diperbolehkan dalam Islam hanya berupa jenis komiditi logam mulia dan komoditi kebutuhan pokok. Jikapun terpaksa menggunakan uang selain dari komoditi logam mulia atau kebutuhan pokok maka wajib ditukarkan dengan komoditi logam mulia atau komoditi kebutuhan pokok dengan nilai yang tetap.
Penggunaan uang kertas atau elektronik juga saat dipertukarkan harus tetap memenuhi dua syarat yaitu mitslan bi mitslin dan yadan bi yadin, jika tidak maka disitulah inti riba. inti riba inilah yang disebut riba fadhl. Riba fadhl berasal dari kata al-fadhl yang artinya tambahan. Seluruh pertukaran komoditi logam mulia dan komoditi kebutuhan pokok dengan sesamanya dan pertukaran uang dengan uang tidak boleh ada tambahan didalamnya. Seluruh transaksi uang dengan uang yang didalamnya terdapat tambahan maka ia termasuk ke dalam riba fadhl. Seperti pinjam meminjam uang dengan tambahan bunga maka ia termasuk riba fadhl karena terdapat tambahan (kelebihan) dimana jumlah yang dipinjam berbeda dengan jumlah yang dikembalikan.
Penggunaan uang kertas atau elektronik juga saat dipertukarkan harus tetap memenuhi dua syarat yaitu mitslan bi mitslin dan yadan bi yadin, jika tidak maka disitulah inti riba. inti riba inilah yang disebut riba fadhl. Riba fadhl berasal dari kata al-fadhl yang artinya tambahan. Seluruh pertukaran komoditi logam mulia dan komoditi kebutuhan pokok dengan sesamanya dan pertukaran uang dengan uang tidak boleh ada tambahan didalamnya. Seluruh transaksi uang dengan uang yang didalamnya terdapat tambahan maka ia termasuk ke dalam riba fadhl. Seperti pinjam meminjam uang dengan tambahan bunga maka ia termasuk riba fadhl karena terdapat tambahan (kelebihan) dimana jumlah yang dipinjam berbeda dengan jumlah yang dikembalikan.
Allahu A'lam
Sumber : Diolah dari berbagai sumber