Memaafkan Riba Itu Sampai Titik Keseimbangan

Memaafkan Riba Itu Sampai Titik Keseimbangan

Sahabat SRM, pemaaf merupakan sifat yang terpuji dan sangat dianjurkan dalam Islam. Mudah untuk meminta maaf dan memberi maaf termasuk bagian dari menjaga izzah atau kehormatan. Meminta maaf atau memberi maaf sama sekali tidak mengurangi kehormatan dan justru akan menambah kehormatan.

Allah SWT akan memberikan kepada orang yang mudah meminta maaf dan memberi maaf dengan ketenangan jiwa, kemuliaan dan kenaikan derajat. Bahkan Allah SWT menggolongkan orang mudah memberi maaf kedalam ciri-ciri orang yang bertakwa dan akan diberikan balasan syurga.

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Q.S Al Imran 133-134)

“Ada tiga golongan yang berani bersumpah untuknya, tidaklah berkurang harta karena shodaqoh, dan tidaklah menambah bagi seorang pemaaf melainkan kemulyaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu’ (rendah hati) melainkan akan diangkat derajatnya oleh Allah Subhanahu Wata’ala.” (HR.Tirmidzi)

“Maukah aku ceritakan kepadamu mengenai sesuatu yang membuat Allah memualiakan bangunan dan meninggikan derajatmu? Para sahabat menjawab; tentu. Rasul pun bersabda; Kamu harus bersikap sabar kepada orang yang membencimu, kemudian memaafkan orang yang berbuat dzalim kepadamu, memberi kepada orang yang memusuhimu dan juga menghubungi orang yang telah memutuskan silaturahmi denganmu.” (HR. Thabrani)

“Barangsiapa yang ingin dibangunkan baginya bangnan di Surga, hendaknya ia memafkan orang yang mendzaliminya, memberi orang yang bakhil padanya dan menyambung silaturahmi kepada orang yang memutuskannya.” (HR. Thabrani)

“Pintu-pintu surga akan dibukakan pada hari Senin dan Kamis, lalu Allah akan memberi ampunan kepada siapapun yang tidak menyekutukan-Nya kecuali seorang laki-laki yang berpisah dengan saudaranya. Maka Allah berkata: tangguhkanlah kedua orang ini hingga mereka berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini hingga ia berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini hingga mereka berdamai.” (HR. Muslim)

Riba merupakan suatu bentuk kezaliman atau aniaya. Dalam surat Al Baqarah ayat 279 disebutkan bahwa orang yang memakan riba telah melakukan tindakan zalim atau aniaya, sehingga bagi mereka yang tidak ingin diperangi oleh Allah dan RasulNya maka ia harus saling memaafkan dan mengikhlaskan hanya pokok hutangnya saja yang dibayarkan. Iniliah keindahan dan kelembutan Islam. Dalam mencapai titik keseimbangan yang sempurna sudah tidak ada lagi dendam dan permusuhan dan diganti dengan saling memaafkan dan kasih sayang.

"Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertobat (dari pengambilan riba), maka bagi kalian pokok harta kalian; kalian tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (Q.S Al Baqarah 279)

Meminta maaf dan memaafkan merupakan suatu hal yang sangat berat. Meski orang sudah menyadari bahwa riba merupakan tindakan aniaya dan zalim namun meminta maaf kepada mereka yang telah didzalimi dan disakiti bukan perkara yang mudah. Terdapat semacam gensi apalagi terkait masalah harta yang cendurung muncul rasa sombong dan bangga.

Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah tauladan sifat pemaaf. Rasulullah SAW pernah mengalami penyiksaan dan upaya pembunuhan dari kaum kafir. Rasulullah SAW tidak membalas, tidak demdam, memaafkan dan bahkan mendoakannya. 

"Abdullah al-Jadali berkata, ''Aku bertanya kepada Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah SAW, lalu ia menjawab, 'Beliau bukanlah orang yang keji (dalam perkataan ataupun perbuatan), suka kekejian, suka berteriak di pasar-pasar atau membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan orang yang suka memaafkan.'' (HR Tirmidzi; hadis sahih).

Abu Bakar as-Shiddiq RA, pernah bersumpah untuk tidak memaafkan kesalahan  Misthah bin Utsatsah karena telah menuduh putri Aisyah RA yang saat itu sebagai istri Rasulullan SAW melakukan zina. Kemudian Allah memerintahkan untuk memberi maaf dan berlapang dada karena Allah SWT Maha Pemaaf. Kisah inilah yang menjadi asbabun nuzul turunya surah An-Nur ayat 22.

''...Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin Allah mengampuni kalian? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.'' Setelah turun ayat itu, Abu Bakar kemudian berkata, ''Ya, demi Allah, sesungguhnya aku senang jika Allah mengampuniku.' Ia lalu kembali memberikan nafkah kepada Misthah seperti sebelumnya. Ia juga berkata, Demi Allah, aku tidak akan mencabut nafkah darinya.'' (Q.S An Nur : 22)

“Jika kamu membuat suatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan orang lain, maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (HR. Bukhari)

Sahabat SRM, jadilah pribadi yang pemaaf dengan memaafkan dan meminta maaf atas segala kezaliman khususnya terkait riba. Maafkan hingga sampai titik keseimbangan dimana seluruh pelaku riba tidak zalim dan menzalimi
Allahu A'lam
Sumber : Diolah dari berbagai sumber

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel