Riba dan Rusaknya Pasar Bebas dan Adil

Riba Pasti Merusak Pasar Bebas Dan Adil

Sahabat SRM, salah satu hakikat riba adalah rusaknya pasar bebas dan adil. Didalam pasar yang bebas dan adil, naik dan turunnya ditentukan oleh Allah SWT. Ketika pasar sudah bebas dan adil maka Allah akan membagikan dan mendistribusikan kekayaan secara adil.

"Suatu hari harga-harga barang naik. Sebagian umat Islam lalu mendatangi Rasulullah, minta beliau menentukan harga. Tapi Nabi tidak bersedia. Beliau hanya berdoa, “Aku berdoa agar Allah menghilangkan mahalnya harga dan meluaskan rezeki.” Rasulullah memberi alasan kenapa menolak menentukan harga, “Sesungguhnya Allah, Dialah yang menentukan harga, yang Maha Menahan, Maha Meluaskan lagi Maha Memberi rezeki. Dan aku berharap bertemu Allah dan tidak ada seorang dari kalian meminta pertanggungjawabanku atas kezaliman dalam darah dan harta.” (H.R Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Segala upaya untuk merusak pasar bebas dan adil adalah haram. Rusaknya pasar bebas dan adil pada akhirnya akan merusak dan menghancurkan seluruh ekonomi yang akan membawa kepada kemiskinam dan kemelaratan. Allah melaknat dan mengancam  setiap upaya yang dapat merusak harga pasar dengan api neraka pada hari kiamat. 

"Siapa yang merusak harga pasar, sehingga harga tersebut melonjak tajam, maka Allah akan menempatkannya di dalam api neraka pada hari kiamat.'' (HR at-Tabrani)

Banyak cara atau sistem yang dapat merusak pasar yang bebas dan adil, antara lain :

1. Monopoli 

Monopoli merupakan tindakan untuk mengontrol harga atas suatu barang atau komoditi tertentu sesuai dengan keinginan bukan berdasarkan kondisi pasar yang bebas.

Praktik monopoli biasanya dilakukan dengan  menimbun suatu barang sehingga menyebabkan harga barang menjadi naik, inilah yang disebut dengan al-Ihtikar. Imam nawawi menjelaskan hikmah dari larangan ihtikar adalah mencegah hal-hal yang dapat menyulitkan manusia secara umum.

"Jika ada yang menyimpan barang sampai harganya naik, dia adalah seorang yang berdosa." (H.R Muslim)

"Siapa yang melakukan penimbunan barang dengan tujuan merusak harga pasar, sehingga harga naik secara tajam, maka ia telah berbuat salah.” (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

“Para pedagang yang menimbun barang makanan (kebutuhan pokok manusia) selama 40 hari, maka ia terlepas dari (hubungan dengan) Allah, dan Allah pun melepaskan (hubungan dengan)-nya.” (HR. Ibnu Umar).

Umar meriwayatkan bahawa Nabi SAW bersabda (maksudnya) : "Orang yang membawa barangan untuk dijual akan dirahmati (disayangi) dengan nasib yang baik tetapi orang yang menyimpannya sehingga harga meningkat adalah dilaknat." (Hadis Riwayat Ibn Majah, Darimi)

Ketika harga sudah bisa dimonopoli maka akan terbentuk sistem yang hanya akan mengguntungkan golongan orang kaya, akibatnya uang hanya akan beredar didalam golongan kaya sedang masyarakat miskin akan semakin miskin. Monopoli harga juga menjadi penyebab terbesar dari terjadinya krisis ekonomi yang dialami oleh masyarakat sekarang. Masyarakat kecil yang paling merasakan dampaknya. Petani, pedangan, peternak dan berbagai UMKM kecil akan hancur usahanya akibat monopoli harga.

Sebagai contoh ketika bahan pokok serperti beras harganya sedang turun, maka distributor akan membeli beras sebanyak banyaknya untuk ditimbun. Akibatnya kuantitas peredaran beras dipasar akan berkurang, sehingga masyarakat akan kesulitan untuk mendapatkannya. Secara otomatis harga beras anak naik dan distributor tersebut menjual kembali dengan harga yang lebih tinggi. Masyarakat pasti akan membelinya karena beras merupakan kebutuhan pokok.

Praktik monopoli juga menyebabkan harga suatu komoditi menjadi sangat anjloknya yang merugikan peternak atau petani. Monopoli seperti memiliki siklus tertentu untuk menghancurkan usaha-usaha peternakan dan pertanian.

Tidak semua peninbunan barang dilarang. Jika penimbunan dilakukan untuk tujuan untuk stok persedian beberapa bulan serta bukan bertujuan merugikan dan merusak harga pasar maka diperbolehkan. 

Adapun jika menimbun barang sebagai stok untuk beberapa bulan ke depan seperti yang dilakukan oleh beberapa pihak grosir, maka itu dibolehkan jika tidak memudhorotkan orang banyak (Shahih Fiqh Sunnah, 4: 395).

Menimbun yang termasuk dilarang adalah menimbun dalam jumlah besar yang mengakibatkan persediaan barang di pasaran  langka, sehingga masyarakat kesulitan mencarinya akibatnya harga menjadi mahal.

Islam mengharamkan kegiatan monopoli karena dapat merugikan banyak orang, menyebabkan krisis ekonomi, mematikan lapangan kerja dan menyebabkan kesenjangan sosial. Monopoli didasarkan pada sifat tamak, serakah dan rasa mementingkan kepentingan diri sendiri meskipun dengan merugikan banyak orang. Inilah bentuk kedzaliman dan penindasan.

2. Penipuan 

Islam melarang keras segala bentuk penipuan dan pengelabuhan dalam jual beli atau transaksi ekonomi karena penipuan dapat merusak pasar yang bebas dan adil.  Banyak larangan dan ancaman dalam Al Qur'an dan hadis akan penipuan harga dan bahkan Rasulullah SAW sudah menggolongkannya kedalam salah satu bentuk riba.

"Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di Bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman." (QS. Al-A'raf : 85)

"Dan wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan jangan kamu membuat kejahatan di Bumi dengan berbuat kerusakan." (QS. Hud : 85)

Abdullah bin Abu Aufa berkata : Seorang lelaki memaparkan beberapa makanan di pasar dan memberikan sumpah palsu bahawa beliau ditawarkan sedemikian (harga) untuk semua walaupun dia tidak ditawarkan dengan harga sedemikian. Kemudian turun ayat dari Allah SWT yang maksudnya : "Sesungguhnya orang yang menukar janji Allah dan sumpah mereka dengan harga yang sedikit, itulah orang yang tidak akan mendapat bahagian di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan memandang kepada mereka di hari kiamat, dan tidak akan membersihkan mereka, dan bagi mereka azab yang tidak terperi sakitnya." (Surah Ali-Imran ayat 77). Ibn Abu Aufa menambah : Manusia (seperti yang digambarkan diatas) adalah pemakan riba yang berbahaya. (H.R Bukhari) 

Anas ibn Malik berkata bahawa Rasulullah SAW bersabda (maksudnya) : "Menipu seorang mustarsal ( seseorang yang tidak tahu akan harga pasaran) adalah riba." (H.R Baihaqi)

"Najish (seorang yang bertindak sebagai agen untuk menaikkan harga pasar didalam lelang) adalah pengambil riba yang disumpah." (H.R Bukhari)

Abu Hurairah meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW telah datang kepada satu timbunan bijiran dan bila baginda memasukkan tangannya kedalamnya, baginda merasakan kelembapan pada tangannya, maka baginda bertanya kepada pemilik bijiran bagaimanakah ia datang. Bahawa diberitahu yang hujan telah turun ke atasnya , baginda berkata : "Mengapa engkau tidak meletakkan yang lembab itu di bahagian atas yang dengannya manusia boleh melihatnya? Dia yang menipu tidak ada kena mengena dengan aku." (H.R Muslim)

"Jika seseorang yang menjual suatu bahan yang cacat/rosak tanpa memberikan perhatian terhadapnya (ketika menjualnya) , dia akan kekal di bawah kemurkaan Allah atau para malaikat akan berterusan melaknatnya." (H.R Ibnu Majah)

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim).

“Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka.” (HR. Ibnu Hibban).

Seiring perkembangan teknologi, modus penipuan dalam jual beli dan transaksi ekonomi semakin canggih. Seperti menjual barang melalui media online dengan menggunakan gambar atau video yang seolah olah dibuat sangat menarik, menutupi kekurangannya dan tidak sesuai dengan realita barang tersebut.

Penipuan biasanya dilakukan dengan trik menutupi atau merubah kuantitas barang, kualitas barang, harga dan waktu penyerahan. Seperti jual beli najesy, jual beli dengan menyembunyikan cacat barang dan mengatakan barang tersebut bagus dan masih baru, padahal sudah sering rusak namun hanya diganti tampilan luarnya sehingga terkesan menarik dll.

Islam melarang keras segala bentuk penipuan dan langsung menggolongkannya kepada salah satu bentuk riba. Hal ini menunjukan bahwa penipuan termasuk dosa besar.

3. Menjual barang tidak sesuai harga pasar

Islam melarang menjual barang yang tidak sesuai harga pasar karena akan merusak pasar bebas dan adil. Umar r.a pernah mendatangi seorang penjual yang menjual barang dibawah harga pasar. "Pergilah kau dari sini kamu merusak harga pasar".

Meskipun ‘Umar r.a tegas dalam menjaga harga pasar, namun beliau tidak kaku. Pada kasus tertentu pedagang boleh menjual barangnya di luar harga pasar yang pernah dialami Al-Miswar bin Makhramah. Ia menjual makanan dengan harga modalnya atau tanpa keuntungan. ‘Umar heran dengan apa yang dilakukan Miswar tersebut, “Apakah kamu gila, wahai Miswar?”

Miswar menjawab, “Demi Allah, tidak wahai Amirul Mukminin. Tetapi aku melihat mendung musim gugur. Aku benci menahan apa yang bermanfaat bagi manusia.” Mendengar jawaban Miswar tersebut, ‘Umar segera menyahut, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.”

Barang yang tidak sesuai dengan harga pasar yang bertujuan untuk merusak harga pasar dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual barang yang tidak sesuai harga pasar baik terlalu rendah atau terlalu tinggi dengan tujuan untuk mengambil hak orang lain sangat dilarang. 

"Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah membuat kerusakan di bumi." (QS. Asy-Syu'ara' : 183)

4. Talaqqil jalab atau talaqqi rukban

Talaqqil jalab atau talaqqi rukban adalah sebagian pedagang menyongsong kedatangan barang dari tempat lain dari orang yang ingin berjualan di negerinya, lalu ia menawarkan harga yang lebih rendah atau jauh dari harga di pasar sehingga barang para pedagang luar itu dibeli sebelum masuk ke pasar dan sebelum mereka mengetahui harga sebenarnya. Jual beli seperti ini diharamkan menurut jumhur (mayoritas ulama) karena adanya pengelabuan, penipuan dan mengandung dhoror (bahaya).

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Dulu kami pernah menyambut para pedagang dari luar, lalu kami membeli makanan milik mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas melarang kami untuk melakukan jual beli semacam itu dan membiarkan mereka sampai di pasar makanan dan berjualan di sana.” (HR. Bukhari).

Dari Abu Hurairah, ia berkata “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari talaqqil jalab.” (HR. Muslim).

Dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Janganlah menyambut para pedagang luar. Barangsiapa yang menyambutnya lalu membeli barang darinya lantas pedagang luar tersebut masuk pasar (dan tahu ia tertipu dengan penawaran harga yang terlalu rendah), maka ia punya hak khiyar (pilihan untuk membatalkan jual beli)” (HR. Muslim no. 1519).

5. Jual beli hadir lil baad, menjadi calo penjualan

Jual beli hadir lil baad adalah seorang yang menjadi calo dalam jual beli. Calo akan menjual barang biasanya barang-barang dari orang desa atau orang yang tidak mengetahui secara pasti harga pasar.

Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Janganlah menyambut para pedagang dari luar (talaqqi rukban) dan jangan pula menjadi calo untuk menjualkan barang orang desa”. Ayah Thowus lantas berkata pada Ibnu ‘Abbas, “Apa maksudnya dengan larangan jual beli hadir li baad?” Ia berkata, “Yaitu ia tidak boleh menjadi calo.” (HR. Bukhari).

Sahabat SRM, pasar bebas yang adil akan dapat tercipta jika tidak ada unsur penipuan, pengelabuan, kezaliman, kecurangan, penganiayaan dan penindasan. Seluruh sistem permintaan dan penawaran atau jual-beli dilakukan dengan suka sama suka dan didasarkan atas sendi-sendi keadilan. Tidak ada individu maupun kelompok, produsen maupun konsumen dan pemimpin yang saling dzalim atau didzalimi.

Allahu A'lam
sumber : Diolah dari berbagai sumber

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel