Mengapa Ayat tentang Perintah Riba Disandingkan dengan Jual Beli dan Apa Perbedaanya?

Mengapa Ayat Riba Tentang Perintah Riba Disandingkan dengan Jual Beli dan Apa Perbedaanya

Tanya SRM
Mengapa ayat tentang perintah riba disandingkan dengan jual beli dan apa perbedaanya?

Jawaban SRM
Sahabat SRM, perintah riba disandingkan dengan jual beli karena banyak pihak yang menyamakan riba dengan jual beli. Mereka berlomba-lomba untuk menghalalkan riba dengan alasan jual beli. Mereka menganggap riba sama dengan jual beli karena sama-sama mengandung unsur pertukaran dan usaha, sehingga keuntungan dalam riba (bunga) dianggap sama dengan keuntungan dalam jual beli. Mereka menganggap tambahan keuntungan dari hasil jual beli tidak berbeda dengan tambahan yang mereka dapatkan dari hasil transaksi riba. Dalam jual beli, keuntungan diperoleh dari modal yang diputarkan dalam suatu penundaan waktu tertentu. Demikian pula dalam transaksi riba, modal dipinjamkan dan dimanfaatkan yang nantinya ada tambahan atau keuntungan dari suatu penundaan waktu tertentu. Mereka menggunakan istilah Islam seperti murabahah untuk menipu masyarakat. Mereka memanipulasi akad dan menggunakan kemasan jual beli namun sebenarnya jual beli yang terjadi hanya sebagai kamuflase belaka. Mereka menyamarkan jual beli dengan keuntungan riba didalamnya. Mereka menggunakan istilah "syariah", "anti riba", "bebas riba", "tanpa denda", "tanpa sita", "tanpa bunga", "tanpa asuransi", "tanpa wakalah" dan "murni jual beli" sehingga banyak umat Islam yang terpedaya. 

Mereka akan terlebih dahulu membeli secara tunai barang yang sudah disepakati dengan konsumen dan kemudian menjualnya kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang dibeli. Mereka berpendapat bahwa selisih harga merupakan hasil keuntungan layaknya jual beli. Mereka berpendapat bahwa harga baru telah disepakati antara pembeli dan penjual sehingga tidak ada kedzaliman dan menganggap transaksi seperti ini halal. Mereka berpendapat bahwa yang dilakukan adalah murni pertukaran uang dengan barang yang jelas halal dan bukan pertukaran uang dengan uang yang diharamkan. Mereka menganggap bahwa sistem dan skema "murabahah" versi mereka halal dan sesuai syariat. Setelah turunnya surat Al Baqarah ayat 275, Allah dan RasulNya telah menolak dan mengecam orang yang menyatakan bahwa riba dan jual beli sama.

"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu karena mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Q.S Al Baqarah : 275)

Apa perbedaan riba dengan jual beli?

Pada hakikatnya riba dan jual beli sangat berbeda. Perbedaan mendasar antara riba dengan jual beli adalah adanya potensi untung dan rugi. Jual beli mempunyai potensi untung dan rugi berdasarkan keterampilan, kesungguhan dan kondisi ekonomi, sedang riba tidak memiliki potensi rugi melainkan selalu, tidak boleh tidak, mutlak, harus dan pasti untung karena terdapat jaminan keuntungan bagaimanapun kondisinya. Semua transaksi yang didalamnya terdapat jaminan keuntungan di dalam kondisi dan cara apa pun adalah transaksi riba. 

Anggapan bahwa jual beli sama dengan riba telah disanggah dan dikecam dan Allah. Mereka yang menghalalkan riba sebagaimana jual beli seperti orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila, mereka gila harta, tamak dan rakus terhadap harta dunia. Mereka melakukan segala upaya pembelaan untuk menghalalkan riba sebagaimana halnya jual beli. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Mereka mengeluarkan fatwa yang menyesatkan untuk menyatakan bahwa riba adalah jual beli. Mereka benar-benar melakukan segala upaya "gila" untuk menyamakan riba dan jual beli. Kelak ketika hari kiamat, Allah bangkitkan mereka seperti orang gila yang kerasukan setan dan mereka akan dimasukan ke dalam neraka dan kekal didalamnya.

Rasulullah SAW melarang jual beli yang telah menghilangkan semua potensi kerugian seperti jual beli yang barangnya belum dimiliki namun sudah dijual, sehingga tidak ada unsur resiko yang ditanggung. 

“Sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma menuturkan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya’. “Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, “Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan”. (H.R Bukhori dan Muslim)
Jika dicermati secara mendalam mereka telah menghilangkan semua potensi mengalami kerugian. Mereka membuat kamuflase agar terkesan barang sudah dimiliki namun itu hanya kamuflase atau tipuan belaka. Barang tersebut tidak benar-benar dimiliki yang ditandai dengan tidak berpindahnya resiko karena kerusakan, hilang atau busuk. Mereka membeli barang yang sudah pasti akan dibeli lagi oleh konsumen dengan mengambil margin keuntungan barang yang dikreditkan. Mereka tidak akan mau membeli barang yang belum dipastikan konsumennya. Seluruh potensi kerugian telah dihilangkan. Selain itu kenaikan harga dalam kredit bukanlah keuntungan yang dibenarkan dan termasuk riba. Tidak ada alasan untuk kenaikan harga tersebut selain dari faktor waktu. Transaksi yang dapat membuat uang bertambah seiring bertambahnya waktu layaknya riba nasi’ah dan inilah riba yang murni. Ini bukanlah bisnis murni jual beli tapi riba yang murni.

Mereka masih menganggap transaksi ini dianggap tidak riba karena tetap ada potensi rugi. Itu adalah argumen palsu bahkan ketika konsumen sudah tidak sanggup untuk membayar cicilan kredit, maka terdapat perjanjian yang mengharuskan barang tersebut dijual untuk dibagi sesuai besaran dana yang kurang. Mereka akan berusaha untuk menghilangkan seluruh kemungkinan resiko.

Jika murni bisnis jual beli maka belilah barang, kendaraan atau rumah diawal sebelum ada kepastian pembeli. Jual barang tersebut di pasar secara adil. Mereka pasti tidak akan mau untuk melakukan jual beli dengan skema seperti ini, karena didalamnya masih terdapat potensi kerugian. Rugi ketika barang tersebut rusak atau ketinggalan zaman ketika lama tidak terjual. Sejatinya yang mereka lakukan bukan transaksi bisnis jual beli tapi transaksi keuangan. 


Allahu A'lam

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel