Apakah Riba Boleh Dalam Keadaan Darurat?

Apakah Riba Boleh Dalam Keadaan Darurat


Tanya SRM
Apakah riba boleh dalam keadaan darurat?

Jawaban SRM
Sahabat SRM, banyak masyarakat sekarang yang "terpaksa" harus meminjam uang riba dengan alasan darurat. Sudah berusaha mencari pinjaman kesana-kemari tidak dapat pinjaman, sehingga dalam keadaan "darurtat" terpaksa harus meminjam pinjaman riba. Riba menjadi halal dengan alasan darurat. Benarkah demikian?

Sebelum menjawab pertanyaan ini perlu dipahami suatu kondisi dapat dikatakan darurat menurut dalil syara’ bukan menurut pendapat akal manusia (dalil aqli).

Imam Suyuthi dalam bukunya Al Asybah wan Nadhair menegaskan bahwa “darurat adalah suatu keadaan emergency di mana jika seseorang tidak segera melakukan sesuatu tindakan dengan cepat, maka akan membawanya ke jurang kehancuran atau kematian.”

Dalam beberapa literatur, keadaan darurat sering dicontohkan saat keadaan sangat terdesak yang mengharuskannya memakan babi sebagai satu-satunya makanan yang bisa dimakan. Saat itu ia boleh memakan babi demi untuk menyelamatkan nyawanya, namun saat kondisi sudah terdapat makanan alternatif maka ia harus segera meninggalkannya.

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah (yang keluar mengalir), daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, ... Maka barang siapa terpaksa (darurat) karena kelaparan (memakan benda-benda yang diharamkan) tanpa sengaja berbuat dosa (maka bolehlah dia memakannya), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S Al Maa’idah : 3)

"Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa (darurat), sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Al An’aam : 145)

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Baqarah: 173).

Dalam keadaan darurat atau terpaksa Allah menghalalkan daging babi dengan 2 syarat yaitu tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas.

Berdasarkan penjelasan diatas, suatu keadaan dikatakan darurat jika menyangkut keselamatan jiwa manusia. Artinya, jika sampai sesuatu tidak dilaksanakan, secara pasti akan mengancam jiwa. Seperti orang lapar yang sudah berusaha kesana-kemari mencari makan namun belum menemukan makan maka diperbolehkan makan makanan yang diharamkan seperti babi atau bangkai.

Bagaimana dengan hukum riba dalam keadaan darurat?

Menurut beberapa pendapat ulama, riba diperbolehkan dalam kondisi darurat, hal ini sebagaimana kondisi darurat dalam surat Al Maidah ayat 3, Al Baqarah ayat 173 dan Surat Al An'aam ayat 145 yang telah mengancam jiwa. Selain itu dalam qaidah syara’ juga disebutkan:


الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المحْظُوْرَات


“Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.”

Riba dalam bentuk apapun pada hakikatnya dilarang kecuali dalam keadaan darurat yang dapat mengancam nyawanya. Bukan hanya darurat berdasarkan dugaan dan kekhawatiran, apalagi kekhawatiran itu merupakan dampak dari kema’siyatan kepada Allah.

Keadaan darurat tidak dapat dijadikan alasan jika masih ada alternatif seperti zakat atau sedekah dan telah berusaha untuk mencari solusi lain seperti penjaman tanpa bunga atau menjual aset. Keadaan darurat juga tidak bisa dijadikan alasan untuk menghalalkan riba untuk kebutuhan yang tidak mendesak yang mengancam nyawanya. Jadi alasan keadaan darurat pada kondisi saat ini jarang terjadi jika umat Islam menerapkan hidup sederhana dan tidak hidup bermewah-mewahan serta menumbuhkan sedekah dan zakat.

Banyak yang saat ini melakukan riba dengan alasan darurat namun untuk tujuan membeli rumah atau kendaraan. Darurat untuk membeli rumah atau kendaraan tidak bisa dijadikan alasan karena jika tidak membeli rumah atau kendaraan pun masih tetap hidup serta masih terdapat banyak alternatif lain seperti menyewa rumah dan menggunakan kendaraan umum.

Ketika seorang dalam kondisi darurat yaitu keadaan dimana saat tidak menggambil riba nyawanya terancam maka ia diperbolehkan untuk mengambil riba dengan syarat tidak menginginkannya atau mengingkarinya dan tidak melampaui batas. 

Keadaan darurat itu bersifat sementara, tidak berlangsung tersus menerus, maka berusahalah untuk keluar dari keadaan darurat tersebut dan bantulah orang-orang yang sedang kesusahan dan dalam keadaan darurat. 

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60)

Allahu A'lam
sumber : Diolah dari berbagai sumber

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel